Kenduri Jeurat


Oleh: Mellyan

Sayup -sayup lantunan shalawat terdengar dari kejauhan, pertanda kenduri jeurat telah dimulai. Warga  desa Ujong Drien, Kecamatan Meurebo berbondong-bondong menuju kuburan (jeurat) umum milik masyarakat.  Laki-laki, perempuan, tua muda bahkan anak-anak berkumpul di pinggir jeurat.
Sebelum kenduri jeurat dimulai, kaum laki-laki terlebih dahulu membersihkan kuburan, sedangkan kaum ibu sibuk mempersiapkan hidangan yang akan dibawa ke jeurat. Para ibu mengumpulkan nasi beserta lauk untuk nantinya dibagikan kepada semua yang hadir, termasuk anak-anak. Hidangan yang dibawa beraneka macam. Ada yang membawa lima hingga 10 bungkusan nasi, bahkan ada yang menggunakan talam yang dibungkus kain kuning sebagai pertanda kemuliaan.
Ketika shalawat dan zikir dimulai, semua kesibukan dihentikan, semuanya khusyuk bershalawat, berdoa dan berzikir, agar almarhum dan alhamrhumah dilapangkan kuburnya dan diampunkan segala dosa.
Kemudian acara ditutup dengan pembagian nasi bungkus, dan santunan untuk anak yatim. Tidak hanya anak yatim, semua anak diberikan uang sekedarnya untuk menyenangkan hati mereka. Meskipun jumlahnya berbeda dengan santunan yang diberikan kepada anak yatim.
Selain mendoakan sanak keluarga yang telah berpulang, tradisi ini juga bertujuan mempererat  tali silaturrahmi sesama masyarakat gampong (kampung). Kegiatan tersebut sudah berlangsung turun-temurun sejak lampau dan masih dijaga kelestariannya di beberapa daerah di Aceh. Kenduri jeurat sangat lazim dilaksanakan di pesisir Barat dan Selatan Aceh.
Kenduri jeurat biasanya dipimpin oleh Teungku  atau imam masjid. Selain membawa makanan bersama, jika khanduri jeurat bersifat menyeluruh maka masyarakat akan bergotong royong membersihkan areal komplek perkuburan dan menyembelih kambing atau kerbau lalu dimasak bersama – sama di luar dari komplek perkuburan.
Setelah selesai berdoa, semua warga yang berkumpul akan makan bersama. Namun di Ujong Drien, nasi hanya dibagikan saja di akhir acara. Tidak ada makan bersama di jeurat. Dari sisi agama, kenduri jeurat bertujuan memuliakan anggota keluarga yang sanak saudaranya sudah berpulang. Selain itu juga sebagai pengingat, bahwa kita semua akan berpulang seperti mereka, hanya waktu dan tempatnya saja masih menjadi misteri.  Secara hukum adat, kenduri jeurat sudah menjadi tradisi turun-temurun sejak nenek moyang.
Meskipun ada keramaian, kenduri jeurat bukan merupakan sebuah pesta, melainkan tradisi berdoa bersama. Hikmah lainnya dari kenduri jeurat adalah sanak saudara yang jauh bisa berkumpul bersama-sama dan bersilaturrahmi.
Sebelum berdoa, biasanya Teungku akan memberikan sedikit petuah tentang kematian. Dan mengingatkan para hadirin bahwa tujuan berkumpul hari itu di sisi jeurat adalah sebagai pengingat mati, mendoakan mereka yang telah tiada, bukan meminta doa kepada orang meninggal. Hal tersebut perlu diluruskan agar tidak menyalahi aqidah.
Ritual ini diperingati setiap tahun sekali di hari ke  dua hingga hari keduabelas setelah Hari Raya Idul Fitri. Sebelum melakukan ziarah dan makan kenduri bersama di lokasi pemakaman, sebagian warga terlebih dahulu melakukan kenduri dan berdoa di rumah masing-masing.
Tak hanya warga yang tinggal di desa tersebut yang menghadiri acara kenduri jeurat, tetapi sebagian warga yang sudah tinggal jauh di perantauan dan tetap memilih pulang untuk menghadiri acara ritual yang dianggap sakral itu.
Setiap anggota keluarga yang dimakamkan di jeurat tersebut, ahli waris wajib membayar iuran yang digunakan untuk membersihkan lahan perkuburan dan merenovasi bale tempat diadakan kenduri jeurat dan sebagainya.  Uang santunan juga diambil dari sumbangan tersebut.  Tradisi ini sendiri sudah lama berkembang di Aceh. Namun sangat lazim dilakukan di Aceh Barat. []

Komentar

Popular Posts

Bukti Perkasa Inong Aceh

Menanti Kabut di Pucuk Para (3)

RUMAH TIRAM TAK LAGI TEMARAM